TUGAS
NAPZA
KEPERAWATAN JIWA
OLEH
:
ARIF SAIFUDDIN INDRA P
NIM.
130011004
PRODI
S1
KEPERAWATAN/IVA
UNIVERSITAS
NAHDALATUL ULAMA SURABAYA
2014-2015
KATA PENGANTAR
Dengan
Memanjatkan puji syukur atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahNya, serta dukungan dari semua yang penulis
cintai, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “NAPZA”.
Adapun salah satu maksud dan tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi nilai tugas kami.
Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
saran dan keritik yang sifatnya membangun sangat diharapkan.
Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dalam hal menambah ilmu dan wawasan para
pembacanya.
Gresik,
9 Februari 2015
ARIF SAIFUDDIN INDRA P
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI ....................................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN..............................................................................................................4
BAB II
PEMBAHASAN.................................................................................................................6
1.
Pengertian NAPZA........................................................................................................6
2.
Faktor Penyebab Penggunaan NAPZA.........................................................................7
3.
Gejala klinis penggunaan NAPZA................................................................................8
4.
Dampak penggunaan NAPZA.......................................................................................9
BAB III
Askep
NAPZA.........................................................................................................................11
BAB IV
PENUTUP.........................................................................................................................16
Kesimpulan.......................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyalahgunaan dan ketergantungan zat yang termasuk dalam katagori NAPZA
pada
akhir-akhir ini makin marak dapat disaksikan dari media cetak koran dan
majalah serta media elektrolit seperti TV dan radio. Kecenderungannya semakin
makin banyak masyarakat yang memakai zat tergolong kelompok NAPZA tersebut,
khususnya anak remaja (15-24 tahun) sepertinya menjadi suatu model perilaku baru
bagi kalangan remaja (DepKes, 2001).
Penyebab banyaknya pemakaian zat tersebut antara lain
karena kurangnya pengetahuan masyarakat akan dampak pemakaian zat tersebut
serta kemudahan untuk mendapatkannya. Kurangnya pengetahuan masyarakat bukan
karena pendidikan yang rendah tetapi kadangkala disebabkan karena faktor
individu, faktor keluarga dan faktor lingkungan.
Faktor individu yang
tampak lebih pada kepribadian individu tersebut; faktor keluarga lebih pada
hubungan individu dengan keluarga misalnya kurang perhatian keluarga terhadap
individu, kesibukan keluarga dan lainnya; faktor lingkungan lebih pada kurang
positif sikap masyarakat terhadap masalah tersebut misalnya ketidakpedulian
masyarakat tentang NAPZA (Hawari, 2000). Dampak yang terjadi dari faktor-faktor
di atas adalah individu mulai melakukan penyalahgunaan dan ketergantungan akan
zat. Hal ini ditunjukkan dengan makin banyaknya individu yang dirawat di rumah
sakit karena penyalahgunaan dan ketergantungan zat yaitu mengalami intoksikasi
zat dan withdrawal.
Peran penting tenaga kesehatan dalam upaya menanggulangi penyalahgunaan dan
ketergantungan NAPZA di rumah sakit khususnya upaya terapi dan rehabilitasi
sering tidak disadari, kecuali mereka yang berminat pada penanggulangan NAPZA
(DepKes, 2001). Berdasarkan permasalahan yang terjadi di atas, maka
perlunya peran serta tenaga kesehatan khususnya tenaga keperawatan dalam
membantu masyarakat yang di rawat di rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan masyarakat. Untuk itu dirasakan perlu perawat meningkatkan
kemampuan merawat klien dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yaitu
asuhan keperawatan klien penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA (sindrom putus
zat).
B. Rumusan Masalah
5.
Pengertian NAPZA
6.
Faktor Penyebab Penggunaan NAPZA
7.
Gejala klinis penggunaan NAPZA
8.
Dampak penggunaan NAPZA
C. Tujuan
1.
Mengetahui pengertian dari penggunaan NAPZA
2.
Mengetahui factor penyebab penggunaan NAPZA
3.
Mengetahui gekal klinis penggunaan NAPZA
4.
Mengetahui dampak penggunaan NAPZA
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai
setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan
sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada perilaku
psikososial yang berhubungan dengan ketergantungan zat. Gejala putus zat
terjadi karena kebutuhan biologik terhadap obat. Toleransi adalah peningkatan
jumlah zat untuk memperoleh efek yang diharapkan. Gejala putus zat dan
toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu
melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA
yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional
seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik,
mental, sosial dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus
memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan
Sesudah klien
penyalahgunaan/ketergantungan NAZA menjalani program terapi (detoksifikasi) dan
komplikasi medik selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan program
pemantapan (pasca detoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka yang bersangkutan
dapat melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi
Lama rawat di unit rehabilitasi untuk setiap rumah sakit tidak sama karena
tergantung pada jumlah dan kemampuan sumber daya, fasilitas dan sarana
penunjang kegiatan yang tersedia di rumah sakit. Menurut Hawari (2000) bahwa
setelah klien mengalami perawatan selama 1 minggu menjalani program terapi dan
dilanjutkan dengan pemantapan terapi selama 2 minggu maka klien tersebut akan
dirawat di unit rehabilitasi (rumah sakit, pusat rehabilitasi dan unit lainnya)
selama 3-6 bulan. Sedangkan lama rawat di unit rehabilitasi berdasarkan
parameter sembuh menurut medis bisa beragam 6 bulan dan 1 tahun, mungkin saja
bisa sampai 2 tahun
Berdasarkan pengertian dan lama rawat di atas, maka perawatan di ruang
rehabilitasi tidak terlepas dari perawatan sebelumnya yaitu di ruang
detoksifikasi.
Kenyataan menunjukkan
bahwa mereka yang telah selesai menjalani detoksifikasi sebagian besar akan
mengulangi kebiasaan menggunakan NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving) terhadap
NAPZA yang selalu terjadi.
1. Dengan rehabilitasi diharapkan pengguna NAPZA dapat:
2. Mempunyai motivasi kuat untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi
3. Mampu menolak tawaran penyalahgunaan NAPZA
4. Pulih kepercayaan dirinya, hilang rasa rendah dirinya
5. Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan baik
6. Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja
7. Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam pergaulan dengan
lingkungannya
B. Faktor Penyebab Penggunaan NAPZA
Faktor penyebab pada
klien dengan penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA meliputi:
1. Faktor biologic
Kecenderungan
keluarga, terutama penyalahgunaan alcohol. Perubahan metabolisme alkohol yang
mengakibatkan respon fisiologik yang tidak nyaman.
2. Faktor psikologik
·
Tipe kepribadian ketergantungan
·
Harga diri rendah biasanya sering berhub. dengan penganiayaan waktu masa
kanak kanak
·
Perilaku maladaptif yang diperlajari secara berlebihan
·
Mencari kesenangan dan menghindari rasa sakit
·
keluarga, termasuk tidak stabil, tidak ada contoh peran yang positif, kurang
percaya diri, tidak mampu memperlakukan anak sebagai individu, dan orang tua
yang adiksi
3. Faktor sosiokultural
·
Ketersediaan dan penerimaan sosial terhadap pengguna obat
·
Ambivalens sosial tentang penggunaan dan penyalahgunaan berbagai zat
seperti tembakau, alkohol dan mariyuana
·
Sikap, nilai, norma dan sanksi cultural
·
Kemiskinan dengan keluarga yang tidak stabil dan keterbatasan kesempatan
C. Gejala klinis
penggunaan NAPZA
1. Perubahan Fisik :
·
Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo ( cadel ),
apatis ( acuh tak acuh ), mengantuk, agresif.
·
Bila terjadi kelebihan dosis ( Overdosis ) : nafas sesak, denyut jantung
dan nadi lambat, kulit teraba dingin, bahkan meninggal.
·
Saat sedang ketagihan ( Sakau ) : mata merah, hidung berair, menguap terus,
diare, rasa sakit seluruh tubuh, malas mandi, kejang, kesadaran menurun.
·
Pengaruh jangka panjang : penampilan tidak sehat, tidak perduli terhadap kesehatan
dan kebersihan, gigi keropos, bekas suntikan pada lengan.
2. Perubahan sikap dan
perilaku :
·
Prestasi di sekolah menurun, tidak mengerjakan tugas sekolah, sering
membolos, pemalas, kurang bertanggung jawab.
·
Pola tidur berubah, begadang, sulit dibangunkan pagi hari, mengantuk di
kelas atau tempat kerja.
·
Sering berpergian sampai larut malam, terkadang tidak pulang tanpa ijin.
·
Sering mengurung diri, berlama – lama di kamar mandi, menghidar bertemu
dengan anggota keluarga yang lain.
·
Sering mendapat telpon dan didatangi orang yang tidak dikenal oleh anggota
keluarga yang lain.
·
Sering berbohong, minta banyak uang dengan berbagai alasan tapi tidak
jelas penggunaannya, mengambil dan menjual barang berharga milik sendiri atau
keluarga, mencuri, terlibat kekerasan dan sering berurusan dengan polisi.
·
Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, pemarah, kasar, bermusuhan
pencurigaan, tertutup dan penuh rahasia.
D. Dampak
penggunaan NAPZA
NAPZA berpengaruh pada tubuh manusia dan lingkungannya
:
1.
Komplikasi Medik, biasanya digunakan dalam jumlah yang
banyak dan cukup lama.
Pengaruhnya pada :
Pengaruhnya pada :
a. Otak dan susunan saraf pusat :
·
gangguan daya ingat
·
gangguan perhatian / konsentrasi
·
gangguan bertindak rasional
·
gagguan perserpsi sehingga menimbulkan halusinasi
·
gangguan motivasi, sehingga malas sekolah atau bekerja
·
gangguan pengendalian diri, sehingga sulit membedakan
baik / buruk.
b. Pada saluran napas dapat terjadi radang paru
(Bronchopnemonia), pembengkakan paru (Oedema Paru).
c. Pada jantung dapat terjadi peradangan otot jantung serta penyempitan pembuluh darah jantung.
d. Pada hati dapat terjadi Hepatitis B dan C yang menular melalui jarum suntik dan hubungan seksual.
e. Penyakit Menular Seksual ( PMS ) dan HIV/AIDS.
Para pengguna NAPZA dikenal dengan perilaku seks resiko tinggi, mereka mau melakukan hubungan seksual demi mendapatkan uang untuk membeli zat. Penyakit Menular Seksual yang terjadi adalah : kencing nanah (GO), raja singa (Siphilis) dll. Dan juga pengguna NAPZA yang mengunakan jarum suntik secara bersama-sama membuat angka penularan HIV/AIDS semakin meningkat. Penyakit HIV/AIDS menular melalui jarum suntik dan hubungan seksual, selain itu juga dapat melalui tranfusi darah dan penularan dari ibu ke janin.
c. Pada jantung dapat terjadi peradangan otot jantung serta penyempitan pembuluh darah jantung.
d. Pada hati dapat terjadi Hepatitis B dan C yang menular melalui jarum suntik dan hubungan seksual.
e. Penyakit Menular Seksual ( PMS ) dan HIV/AIDS.
Para pengguna NAPZA dikenal dengan perilaku seks resiko tinggi, mereka mau melakukan hubungan seksual demi mendapatkan uang untuk membeli zat. Penyakit Menular Seksual yang terjadi adalah : kencing nanah (GO), raja singa (Siphilis) dll. Dan juga pengguna NAPZA yang mengunakan jarum suntik secara bersama-sama membuat angka penularan HIV/AIDS semakin meningkat. Penyakit HIV/AIDS menular melalui jarum suntik dan hubungan seksual, selain itu juga dapat melalui tranfusi darah dan penularan dari ibu ke janin.
f. Pada sistem Reproduksi sering mengakibatkan
kemandulan.
g. Pada kulit sering terdapat bekas suntikan bagi pengguna yang menggunakan jarum suntik, sehingga mereka sering menggunakan baju lengan panjang.
h. Komplikasi pada kehamilan :
g. Pada kulit sering terdapat bekas suntikan bagi pengguna yang menggunakan jarum suntik, sehingga mereka sering menggunakan baju lengan panjang.
h. Komplikasi pada kehamilan :
·
Ibu : anemia, infeksi vagina, hepatitis, AIDS.
·
Kandungan : abortus, keracunan kehamilan, bayi lahir
mati
·
Janin : pertumbuhan terhambat, premature, berat bayi rendah.
2. Dampak
Sosial :
a.
Di Lingkungan Keluarga :
·
Suasana nyaman dan tentram dalam keluarga terganggu,
sering terjadi pertengkaran, mudah tersinggung.
·
Orang tua resah karena barang berharga sering hilang.
·
Perilaku menyimpang / asosial anak ( berbohong,
mencuri, tidak tertib, hidup bebas) dan menjadi aib keluarga.
·
Putus sekolah atau menganggur, karena dikeluarkan dari
sekolah atau pekerjaan, sehingga merusak kehidupan keluarga, kesulitan
keuangan.
·
Orang tua menjadi putus asa karena pengeluaran uang
meningkat untuk biaya pengobatan dan rehabilitasi.
b.
Di Lingkungan Sekolah :
·
Merusak disiplin dan motivasi belajar.
·
Meningkatnya tindak kenakalan, membolos, tawuran pelajar.
·
Mempengaruhi peningkatan penyalahguanaan diantara
sesama teman sebaya.
c.
Di Lingkungan Masyarakat :
·
Tercipta pasar gelap antara pengedar dan bandar yang
mencari pengguna / mangsanya.
·
Pengedar atau bandar menggunakan perantara remaja atau
siswa yang telah menjadi ketergantungan.
·
Meningkatnya kejahatan di masyarakat : perampokan,
pencurian, pembunuhan sehingga masyarkat menjadi resah.
·
Meningkatnya kecelakaan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN PENYALAHGUNAAN NAPZA
A. Kasus
Andra (bukan nama sebenarnya), salah satu remaja
penderita HIV. Dia tertular HIV melalui penggunaan IDU. Andra mengaku mulai
memakai jarum suntik secara bergiliran pada 2002. "Saat itu saya masih
kelas 3 SMP. Saya suka mengonsumsi putauw. Suatu hari, saya lagi nggak punya
duit. Sama teman-teman diajak pakai jarum secara gantian. Lebih murah, kata
mereka," ujarnya. Pesta narkoba pun dimulai bersama teman-temannya. Aktivitas
menyimpang itu dilakoninya selama setahun. Boleh dibilang Andra termasuk
pecandu berat narkoba, terutama jenis putauw. Padahal, dia mengaku tidak
memiliki uang yang cukup tebal untuk mengonsumsi putauw. "Mau tidak mau,
memakai jarum suntik merupakan alternatif bagi saya," tuturnya.
Bagi dia, ngedrugs merupakan medium untuk melupakan persoalan hidup. Andra lahir di tengah keluarga yang kurang harmonis. Dia lebih suka menghabiskan waktu bersama teman-temannya di luar rumah. "Dengan teman-teman saya merasa bisa melakukan apa saja. Mereka tahu apa yang saya mau," tukasnya.
Bagi dia, ngedrugs merupakan medium untuk melupakan persoalan hidup. Andra lahir di tengah keluarga yang kurang harmonis. Dia lebih suka menghabiskan waktu bersama teman-temannya di luar rumah. "Dengan teman-teman saya merasa bisa melakukan apa saja. Mereka tahu apa yang saya mau," tukasnya.
Hidup
sarat dengan hedonisme dia lakoni selama bertahun-tahun. Prestasi sekolah Andra
yang terus merosot memacu dirinya terjun bebas ke narkoba. Apalagi orang tuanya
cuek saja dengan segala tindakan yang dia lakukan. "Aku merasa bebas
melakukan apa saja, under controll pokoknya," ujarnya. Hidup Andra identik bersenang-senang. Pada
2004, dia diajak teman-temannya melakukan VCT (visite conselling test).
"Saat itu aku tidak tahu untuk apa diajak VCT. Ternyata untuk memeriksakan
diri apakah terkena HIV/AIDS atau tidak,"ujarnya.
Ternyata teman-teman Andra itu adalah relawan sebuah LSM yang konsen dengan HIV/AIDS. Mereka prihatin dengan kondisi Andra. Benar saja, dari lima orang yang memeriksakan diri, tiga orang positif HIV termasuk Andra. "Rasanya saya ingin mati saja saat itu," ucap Andra yang waktu itu baru kelas 1 SMA. Sejak divonis itu, Andra merasa hidupnya tidak berarti lagi. Keterputusasaan yang berat meyelimuti dirinya. "Bahkan timbul perasaan jahat dan dendam terhadap teman-teman yang belum terkena HIV untuk menularinya," ujarnya. Untungnya, Andra dapat mengendalikan diri. Dia pun berusaha bangkit untuk bertahan hidup. "Untungnya teman-teman sangat memotivasi saya untuk berobat," ujar Andra yang kini berusia 19 tahun. Satu tahun lamanya Andra menyembunyikan kenyataan itu dari orang tuanya bila dia positif HIV. "Lagipula apa bedanya bila saya ceritakan," ujarnya.
Ternyata teman-teman Andra itu adalah relawan sebuah LSM yang konsen dengan HIV/AIDS. Mereka prihatin dengan kondisi Andra. Benar saja, dari lima orang yang memeriksakan diri, tiga orang positif HIV termasuk Andra. "Rasanya saya ingin mati saja saat itu," ucap Andra yang waktu itu baru kelas 1 SMA. Sejak divonis itu, Andra merasa hidupnya tidak berarti lagi. Keterputusasaan yang berat meyelimuti dirinya. "Bahkan timbul perasaan jahat dan dendam terhadap teman-teman yang belum terkena HIV untuk menularinya," ujarnya. Untungnya, Andra dapat mengendalikan diri. Dia pun berusaha bangkit untuk bertahan hidup. "Untungnya teman-teman sangat memotivasi saya untuk berobat," ujar Andra yang kini berusia 19 tahun. Satu tahun lamanya Andra menyembunyikan kenyataan itu dari orang tuanya bila dia positif HIV. "Lagipula apa bedanya bila saya ceritakan," ujarnya.
Lambat-laun
rahasia itu terbongkar. Ibu Andra mendapati hasil tes VCT-nya yang disimpan di
laci meja anaknya itu. "Waktu itu, ibu mencari obat-obat terlarang itu di
kamar saya,"ujarnya.
"Saya tidak menyangka reaksi ibu saat mengetahui saya positif HIV. Ibu menangis sesunggukan dan memeluk saya," ungkapnya. Sejak itu, orang tua Andra mulai berubah. Mereka menerima Andra apa-adanya. Mereka berani menerima kenyataan bila anaknya terjangkit penyakit yang distigmakan buruk oleh masyarakat itu. Namun, apa pun perhatian itu, bagi Andra tidak bisa mengembalikan dirinya seperti dulu lagi. Di dalam tubuhnya telah berkembang virus mematikan --yang bila dia tidak aware memperhatikan kesehatannya-- bisa semakin menyerang kekebalan tubuhnya. Kini, Andra punya semangat hidup lagi. Hidup, katanya, harus terus berjalan, meskipun dia sempat pesimistis dengan masa depannya. "Siapa sih yang mau menerima cowok dengan predikat HIV positif?" tanyanya. Beberapa kali Andra mencoba menjalin hubungan dengan teman perempuannya, namun selalu gagal. "Begitu tahu saya terinfeksi HIV, ada yang langsung menjauh, ada juga yang mundur pelan-pelan," ujarnya.
"Saya tidak menyangka reaksi ibu saat mengetahui saya positif HIV. Ibu menangis sesunggukan dan memeluk saya," ungkapnya. Sejak itu, orang tua Andra mulai berubah. Mereka menerima Andra apa-adanya. Mereka berani menerima kenyataan bila anaknya terjangkit penyakit yang distigmakan buruk oleh masyarakat itu. Namun, apa pun perhatian itu, bagi Andra tidak bisa mengembalikan dirinya seperti dulu lagi. Di dalam tubuhnya telah berkembang virus mematikan --yang bila dia tidak aware memperhatikan kesehatannya-- bisa semakin menyerang kekebalan tubuhnya. Kini, Andra punya semangat hidup lagi. Hidup, katanya, harus terus berjalan, meskipun dia sempat pesimistis dengan masa depannya. "Siapa sih yang mau menerima cowok dengan predikat HIV positif?" tanyanya. Beberapa kali Andra mencoba menjalin hubungan dengan teman perempuannya, namun selalu gagal. "Begitu tahu saya terinfeksi HIV, ada yang langsung menjauh, ada juga yang mundur pelan-pelan," ujarnya.
Menurut
Andra, tidak mudah hidup di lingkungan orang yang tidak terkena penyakit
berbahaya itu. Selalu ada benang merah antara ODHA dengan OHIDA (orang yang
hidup dengan HIV/AIDS). Meskipun keluarga menerima Andra apa-adanya, perasaan
"berbeda" tetap melekat dalam hatinya. Andra pun kemudian mencari
komunitas yang bisa menampung nasibnya. "Akhirnya dengan teman-teman
sebaya yang aktif memerangi HIV/AIDS, saya merasa di situlah tempat saya.
Tempat saya berkeluh-kesah, bersama, dan berbagi hidup,"
B. Pengkajian
Prinsip pengkajian yang dilakukan dapat menggunakan format pengkajian di
ruang psikiatri atau sesuai dengan pedoman yang ada di masing-masing ruangan
tergantung pada kebijaksanaan rumah sakit dan format pengkajian yang tersedia.
Adapun pengkajian yang dilakukan meliputi :
a. Perilaku
b. Faktor
penyebab dan faktor pencetus
c. Mekanisme
koping yang digunakan oleh penyalahguna zat meliputi:
·
penyangkalan (denial) terhadap masalah
·
rasionalisasi
·
memproyeksikan tanggung jawab terhadap perilakunya
·
mengurangi jumlah alkohol atau obat yang dipakainya
·
Sumber-sumber koping (support system) yang digunakan oleh klien
C.
Diagnosa Keperawatan
Perlu diingat bahwa diagnosa keperawatan di ruang detoksifikasi bisa berulang
di ruang rehabilitasi karena timbul masalah yang sama saat dirawat di ruang
rehabilitasi. Salah satu penyebab muncul masalah yang sama adalah kurangnya
motivasi klien untuk tidak melakukan penyalahgunaan dan ketergantungan zat. Hal
lain yang juga berperan timbulnya masalah pada klien adalah kurangnya dukungan
keluarga dalam membantu mengurangi penyalahgunaan dan penggunaan zat.
Masalah keperawatan
yang sering terjadi di ruang detoksifikasi adalah selain masalah keperawatan
yang berkaitan dengan fisik juga masalah keperawatan seperti:
a. Risiko
terjadinya perubahan proses keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
dalam merawat anggota keluarga pengguna NAPZA
D.
Intervensi Keperawatan
Intervensi untuk diagnose 1 :
Risiko terjadinya
perubahan proses keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam
merawat anggota keluarga terutama anggota keluarga pengguna NAPZA
·
Tujuan khusus
Keluarga mampu mengenal dengan baik anggota keluarga pengguna NAPZA.
Intervensi :
1. Bersama keluarga diskusikan tentang criteria remaja pengguna NAPZA.
2. Latih keluarga mengenali remaja pengguna NAPZA.
3. Motivasi keluarga untuk selalu mengenali remaja pengguna NAPZA.
4. Berikan kesempatan bertanya hal yang belum mengerti.
5. Evaluasi kembali hal-hal yang sudah didiskusikan.
6. Berikan pujian atas keberhasilan keluarga selama interaksi.
·
Keluarga mampu mengambil keputusan terhadap remaja pengguna NAPZA.
Intervensi :
1. Bersama keluarga
diskusikan tentang akibat dari remaja pengguna NAPZA
2. Latih keluarga mengenali akibat dari remaja pengguna NAPZA.
3. Motivasi keluarga untuk selalu mengenali akibat remaja pengguna NAPZA.
4. Berikan kesempatan bertanya hal yang belum mengerti.
5. Evaluasi kembali hal-halyang sudah didiskusikan.
6. Berikan pujian atas keberhasilan keluarga selama interaksi.
·
Keluarga mampu merawat keluarga dengan remaja pengguna NAPZA.
Intervensi :
1. Bersama keluarga diskusikan tentang cara mencegah dan merawat remaja
pengguna NAPZA.
2. Latih keluarga cara mencegah dan merawat remaja pengguna NAPZA.
3. Motivasi keluarga untuk selalu mencegah dan merawat remaja pengguna
NAPZA.
4. Berikan kesempatan bertanya hal yang belum mengerti.
5. Evaluasi kembali hal-hal yang sudah didiskusikan.
6. Berikan pujian atas keberhasilan keluarga selama interaksi.
·
Keluarga mampu memodifikasi remaja pengguna NAPZA.
Intervensi :
1. Bersama keluarga diskusikan tentang cara memodifikasi lingkungan rumah
remaja pengguna NAPZA.
2. Latih keluarga cara memodifikasi dari remaja pengguna NAPZA.
3. Motivasi keluarga untuk selalu melakukan modifikasi remaja pengguna
NAPZA
4. Berikan kesempatan bertanya hal yang belum mengerti.
5. Evaluasi kembali hal-hal yang sudah didiskusikan.
6. Berikan pujian atas keberhasilan keluarga selama interaksi.
·
Keluarga mampu menggunakan sumber daya untuk penanganan remaja pengguna
NAPZA.
Intervensi :
1. Bersama keluarga diskusikan tentang penggunaan sumber daya masy untuk
remaja
Pengguna NAPZA.
2. Latih keluarga menggunakan sumber daya untuk remaja pengguna NAPZA.
3. Motivasi keluarga untuk selalu menggunakan sumber daya untuk remaja
pengguna NAPZA.
4. Berikan kesempatan bertanya hal yang belum mengerti.
5. Evaluasi kembali hal-hal yang sudah didiskusikan.
6. Berikan pujian atas keberhasilan keluarga selama interaksi.
E.
Evaluasi
Evaluasi penyalahgunaan dan ketergantungan zat tergantung pada penanganan
yang dilakukan perawat terhadap klien dengan mengacu kepada tujuan khusus yang
ingin dicapai. Sebaiknya perawat dan klien bersama-sama melakukan evaluasi
terhadap keberhasilan yang telah dicapai dan tindak lanjut yang diharapkan
untuk dilakukan selanjutnya.
Jika penanganan yang
dilakukan tidak berhasil maka perlu dilakukan evaluasi kembali terhadap tujuan
yang dicapai dan prioritas penyelesaian masalah apakah sudah sesuai dengan
kebutuhan klien. Klien relaps tidak bisa disamakan dengan klien yang mengalami
kegagalan pada sistem tubuh. Tujuan penanganan pada klien relaps adalah
meningkatkan kemampuan untuk hidup lebih lama bebas dari penyalahgunaan dan
ketergantungan zat. Perlunya evaluasi yang dilakukan disesuaikan dengan tujuan
yang diharapkan, akan lebih baik perawat bersama-sama klien dalam menentukan
tujuan ke arah perencanaan pencegahan relaps
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Penyalahgunaan
zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai setelah terjadi
masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan sering dianggap
sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada perilaku psikososial yang
berhubungan dengan ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi karena
kebutuhan biologik terhadap obat. Toleransi adalah peningkatan jumlah zat untuk
memperoleh efek yang diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi merupakan tanda
ketergantungan fisik.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J.
(1995). Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 6. (terjemahan). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Depkes. (2002).
Keputusan Menteri kesehatan RI tentang pedoman penyelenggaraan sarana pelayanan
rehabilitasi penyalahgunaan dan ketergantungan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya (NAPZA). Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
(2001). Buku pedoman
tentang masalah medis yang dapat terjadi di tempat rehabilitasi pada pasien
ketergantungan NAPZA. Jakarta: Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan
Sosial RI.
(2001). Buku pedoman
praktis bagi petugas kesehatan (puskesmas) mengenai penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Jakarta: Departemen Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial RI Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat.
Hawari, D. (2000).
Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (narkotik, alkohol dan zat adiktif).
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.